Inilah 7 Cara Mendidik Anak Model Luqman dalam Alqur'an

 




1             Model Luqman Dalam Mendidik Anak

Model pendidikan yang digunakan oleh Luqman adalah model pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menghubungkan akademik kepada kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran kontekstual terdapat tujuh komponen[1], yakni:

a.       Kontruktivisme

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir filosofis pendekatan kontekstual bahwa pengetahuan yang di dapat anak yang awalnya sempit, kemudian diperluas lewat pengalaman anak. Anak bukan lagi menerima materi, tapi membangun materi sendiri. Anak harus dibiasakan menemukan sesuatu, dibiasakan untuk memecahkan masalah, kemudian ditransformasikan untuk diingat. Anak harus mengonstruksi pengetahuan tersebut dan memberikan makna sesuai dengan pengalaman nyata.

Penerapan komponen kontruktivisme dalam mendidik anak ala Luqman dilakukan dengan cara memberikan konsep tentang larangan menyekutukan Allah, perintah untuk berbakti kepada orangtua, melakukan perbuatan baik, dan menghindar dari perbuatan buruk.  Luqman hanya memberikan pengetahuan dasarnya, kemudian anak akan mengembangkan pengetahuan lewat pengalaman kehidupannya masing-masing.

b.      Menemukan (Inquiry)

Pengetahuan ataupun ketrampilan yang didapat oleh anak bukan hasil mengingat fakta atau konsep pengetahuan, tetapi hasil dari penemuan mandiri sang anak. Dalam hal ini pendidik harus mengarahkan pembelajaran kepada  ‘menemukan’ dengan merancang kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penemuan.

c.       Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran kontekstual. Pertanyaan ini bisa dilontarkan dari guru kepada siswa atau dari siswa kepada guru. Dengan pertanyaan maka akan terlihat seberapa jauh pengetahuan siswa, bagaimana respon siswa, dan tingkat pemahaman siswa. Namun, Luqman tidak terlalu menonjolkan aspek ini, karena Luqman menggunakan metode nasihat bukan diskusi.

d.      Masyarakat belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar merupakan hasil pembelajaran yang diperoleh dari berproses bersama orang lain. Antara dua orang atau lebih, antar kelompok saling berinteraksi dan berdiskusi untuk saling bertukar pikiran tentang suatu informasi, sehingga dalam masyarakat belajar ada komunikasi dua arah. Maka dari itu komunikasi antara guru dan murid tidak bisa dikatakan masyarakat belajar, karena hanya komunikasi satu arah dari guru kepada murid.

Konsep masyarakat belajar diterapkan oleh Luqman Al Hakim sebagaimana dalam ayat 17 – 19. Luqman memerintahkan anaknya untuk mendirikan sholat, mengerjakan kebaikan, menghindari keburukan, sederhana dalam berjalan, harus bersabar terhadap musibah yang menimpa, mengecilkan suara ketika berbicara (sopan dalam berbicara), dan tidak boleh sombong. Materi-materi ini merupakan diharapkan menjadi materi panutan untuk masyarakat belajar, sehingga antar masyarakat bisa bertukar pikiran, saling menasihati, dan bertukar informasi.

e.       Permodelan (modeling)

Permodelan yakni sebuah pembelajaran pengetahuan ataupun ketrampilan dengan menghadirkan model yang bisa ditiru. Permodelan dalam Luqman Al Hakim adalah peneladanan dari dirinya sendiri, sebagaimana yang telah dibahas dalam metode sebelumnya. Pembelajaran pengetahuan dan ketrampilan anaknya mengambil peneladanan dari sang ayah yakni Luqman Al Hakim. Karena Luqman merupakan manusia yang dianugrahi hikmah oleh Allah dan memiliki kepribadian yang baik.

f.       Refleksi (reflection)

Refleksi memuat tentang cara berpikir siswa terhadap apa yang baru dipelajari dan apa yang sudah dipelajari sebelumnya. Ketika anak mempelajari hal baru maka pada akhirnya akan dilakukan revisi atau pengayaan dari pengetahuan yang sudah ia dapatkan sebelumnya. Aspek refleksi dalam pendidikan Luqman adalah dengan metode pengulangan. Luqman melakukan pengulangan secara konsisten kepada anaknya terkait pesan yang disampaikan, dengan pengulangan tersebut akan menjadi pembiasaan, dan dari pembiasaan akan menetap menjadi karakter bagi anak.

g.      Penilaian Sebenarnya  (Authentic Assessment)

Asesmen merupakan proses pengumpulan data untuk menggambarkan perkembangan belajar anak. Dari gambaran perkembangan tersebut akan diidentifikasi oleh pendidik atau guru. Jika perkembangannya tidak baik maka akan dijadikan bahan evaluasi oleh pendidik untuk memperbaiki proses pembelajaran. Asesmen ini dapat digunakan untuk mengevaluasi. Luqman menggunakan evaluasi proses dalam mendidik anaknya. Artinya ketika Luqman memerintahkan anaknya untuk tidak menyekutukan Allah, maka Luqman juga mengajarkan bahaya syirik. Evaluasi proses yang dilakukan Luqman bertujuan untuk mengukur keberhasilan pencapaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak. ketika Luqman memerintahkan anaknya untuk amar ma’ruf nahi munkar, tentunya sebelumnya Luqman sudah mengajarkan materi tersebut. Kemudian Luqman mengevaluasi dan memerhatikan sikap anaknya apakah menjalankan nasihatnya atau tidak.

Selain model kontekstual, sebenarnya Luqman juga menggunakan model pendidikan keluarga postnatal, yakni pendidikan yang dilakukan ketika anak telah lahir[2]. Pendidikan keluarga postnatal ini bersinergi dengan pendidikan pranatal. Jika pendidikan pranatal merupakan penekanan pembentukan karakter dasar anak, maka pendidikan postnatal merupakan pengembangan dari karakter tersebut[3]. Pendidikan postnatal yang dilakukan Luqman adalah pemberian wasiat tentang larangan berbuat syirik, berbakti kepada orangtua, mengajarkan keyakinan kepada hari kiamat dan pembalasan atas perbuatan manusia, mengerjakan shalat, menegakkan prinsip amar ma’rÅ«f nahi munkar, sabar menghadapi musibah, tidak sombong dan angkuh, dan berbicara dengan santun.



[1] Kartini Hutagaol, Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama, 2013. hlm. 92

[2] Abd Basyir, Model Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Al-Qur’an, 2015. hlm. 64

[3] Ibid. hlm. 58

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak