Asyura dalam Sejarah dan Spiritualitas Islam: Refleksi Iman, Pengorbanan, dan Pembebasan
Dalam kalender Hijriyah, bulan Muharram menempati posisi istimewa sebagai salah satu dari empat bulan haram (al-asyhur al-ḥurum) yang dimuliakan dalam Islam. Dari keseluruhan hari dalam bulan Muharram, tanggal 10 atau yang dikenal sebagai Hari Asyura memiliki kedudukan yang sangat penting dalam sejarah dan spiritualitas umat Islam. Hari ini bukan hanya mencerminkan peristiwa-peristiwa historis yang besar, tetapi juga menyimpan hikmah yang mendalam dalam konteks pembinaan moral, spiritual, dan sosial umat Islam.
Makna dan Sejarah 10 Muharram
1. Peristiwa Historis pada 10 Muharram
Sejumlah peristiwa besar dalam
sejarah para nabi diyakini terjadi pada hari Asyura, sebagaimana disebutkan
dalam beberapa riwayat. Beberapa di antaranya adalah:
- Nabi Nuh alayhis salam selamat dari banjir besar.
- Nabi Musa alayhis salam beserta Bani Israil diselamatkan dari kejaran
Fir’aun.
- Nabi Ibrahim alayhis salam selamat dari api yang dinyalakan oleh Raja
Namrud.
- Nabi Yunus alayhis salam keluar dari perut ikan.
- Nabi Ayub alayhis salam sembuh dari penyakitnya.
- Nabi Isa alayhis salam diangkat ke langit.
Namun, yang paling dikenal adalah
peristiwa kesyahidan cucu Rasulullah ﷺ, Sayyidina Husain bin Ali RA, di padang
Karbala, Irak, pada 10 Muharram tahun 61 H (680 M). Tragedi ini menjadi titik
penting dalam sejarah Islam yang mengajarkan tentang keberanian, pengorbanan,
dan keteguhan dalam membela kebenaran di tengah kezaliman.
حسين مني وأنا من
حسين، أحب الله من أحب حسينا، حسين سبط من الأسباط
“Husain itu dariku dan aku dari Husain. Semoga Allah
merahmati orang yang mencintai Husain. Husain itu termasuk umat dari umat-umat
yang baik.”
(HR. Tirmidzi, no. 3775; dinilai hasan oleh Al-Albani)
2. Puasa Asyura dan Keutamaannya
Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan
umat Islam untuk berpuasa pada hari Asyura. Bahkan sebelum diwajibkannya puasa
Ramadan, puasa Asyura adalah ibadah yang disyariatkan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas semoga
Allah meridhoinya berkata:
عن ابن عباس – رضي الله عنهما – قال :
قَدِمَ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ، فَوَجَدَ الْيَهُودَ
يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَسُئِلُوا عَنْ ذَلِكَ ؟ فَقَالُوا : هَذَا
الْيَوْمُ الَّذِي أَظْهَرَ اللهُ فِيهِ مُوسَى، وَبَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى فِرْعَوْنَ،
فَنَحْنُ نَصُومُهُ تَعْظِيمًا لَهُ، فَقَالَ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : (
حْنُ أَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَأَمَرَ بِصَوْمِهِ) أخرجه البخاري ومسلم ، وفي
رواية لمسلم : ( فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا ، فَنَحْنُ نَصُومُهُ … )
“(Ketika) Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam
datang ke kota Madinah, maka beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa
pada hari Asyuro, ketika mereka di tanya kenapa berpuasa, maka mereka
menjawab: “Hari ini adalah hari di mana Allah Ta’ala menolong Musa dan Bani
Israil dari kejaran Fir’aun, dan kami berpuasa pada hari ini sebagai bentuk
pengagungan padanya”. Lantas Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Kami lebih berhak dengan Musa dari pada kalian”. Kemudian beliau menyuruh kami
untuk berpuasa pada hari itu“ (HR. Bukhari no. 3943; Muslim no.
1130)
Puasa Asyura memiliki keutamaan
besar dalam hal pengampunan dosa setahun sebelumnya: Dari Abu Qotadah, ia
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ
أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ ……….
“……. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa
setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
Untuk membedakan diri dari puasa orang Yahudi,
Rasulullah ﷺ menganjurkan untuk menambahkan puasa sehari sebelumnya (9
Muharram/Tasu’a):
“Jika aku
masih hidup hingga tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada hari kesembilan
(Tasu’a).”
(HR. Muslim no. 1134)
Hikmah Hari Asyura
1. Meneladani Keimanan dan Keteguhan Nabi Musa
Hari Asyura, yang jatuh pada tanggal
10 Muharram, memiliki makna historis dan spiritual yang sangat penting bagi
umat Islam. Salah satu peristiwa besar yang dikenang pada hari tersebut adalah
diselamatkannya Nabi Musa ‘alaihissalam dan kaum Bani Israil dari kezaliman dan
penindasan Fir’aun. Peristiwa ini menggambarkan betapa besar keberanian dan
keteguhan iman Nabi Musa dan pengikutnya dalam menghadapi ancaman kekuasaan
yang zalim. Meskipun mereka dikejar oleh pasukan Fir’aun hingga terhimpit di
tepi Laut Merah, Nabi Musa tidak kehilangan harapan atau ketakutan, melainkan
menunjukkan keyakinan yang teguh kepada pertolongan Allah SWT. Dengan izin-Nya,
laut pun terbelah dan memberikan jalan keselamatan bagi Bani Israil, sementara
Fir’aun dan tentaranya ditenggelamkan. Kisah ini menjadi pelajaran penting bagi
umat Islam bahwa keberanian dalam membela kebenaran, kesabaran dalam menghadapi
ujian, dan tawakal yang total kepada Allah adalah kunci kemenangan sejati. Hari
Asyura mengajarkan bahwa dalam situasi yang paling sulit sekalipun, pertolongan
Allah akan datang kepada hamba-Nya yang beriman dan berpegang teguh pada
kebenaran.
قَالَ كَلَّا ۗاِنَّ مَعِيَ رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ
"Musa
berkata: “Tidak! Sesungguhnya Tuhanku bersamaku. Dia akan menunjukiku.”
(QS. Asy-Syu’ara: 62)
2. Menghidupkan Semangat Pengorbanan dan Kebenaran
Tragedi Karbala yang terjadi pada
tanggal 10 Muharram tahun 61 Hijriyah bukan sekadar peristiwa pertikaian
politik antara dua kelompok yang berebut kekuasaan, melainkan merupakan
peristiwa yang sangat monumental dalam sejarah Islam karena mengandung makna
spiritual dan moral yang mendalam. Dalam peristiwa ini, cucu Rasulullah ﷺ,
Sayyidina Husain bin Ali, bersama keluarga dan pengikut setianya, memilih untuk
berhadapan dengan kekuatan tirani demi mempertahankan prinsip-prinsip keadilan,
kebenaran, dan kemurnian ajaran Islam. Sayyidina Husain dengan tegas menolak
memberikan bai’at atau dukungan kepada Yazid bin Muawiyah, penguasa saat itu,
karena melihat banyaknya penyimpangan dalam kepemimpinannya yang dianggap tidak
mencerminkan nilai-nilai Islam sejati. Meskipun beliau mengetahui bahwa
keputusannya akan berujung pada kematian, termasuk bagi anggota keluarganya
yang masih kecil dan tak berdosa, Sayyidina Husain tetap teguh pada
pendiriannya. Sikapnya tersebut mencerminkan bentuk pengorbanan tertinggi demi
mempertahankan integritas ajaran Islam dari manipulasi kekuasaan yang zalim.
3. Meningkatkan Empati Sosial
Dalam sejarah dan tradisi Islam,
Hari Asyura tidak hanya dikenal karena peristiwa-peristiwa besar yang terjadi
padanya, tetapi juga dimaknai sebagai momentum untuk meningkatkan kepedulian
sosial, terutama kepada fakir miskin dan kaum yang membutuhkan. Hari ini
menjadi waktu yang dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan, seperti
bersedekah, memberi makan orang lain, dan mempererat tali silaturahmi antar
sesama muslim. Tradisi ini telah dihidupkan dan diwariskan oleh para ulama
salafus shalih, generasi awal umat Islam yang dikenal karena keteladanan dalam
ilmu dan amal. Mereka memanfaatkan Hari Asyura sebagai kesempatan untuk menebar
kebaikan, memperkuat solidaritas sosial, serta menunjukkan rasa syukur kepada
Allah atas segala nikmat-Nya. Salah satu bentuk konkret dari tradisi ini adalah
kebiasaan memberi makanan atau hidangan khusus pada hari Asyura, baik kepada
tetangga, kerabat, maupun kaum dhuafa, sebagai bentuk kasih sayang dan
kepedulian sosial yang diajarkan dalam Islam.
"Barang
siapa yang melapangkan (nafkah) kepada keluarganya pada hari Asyura, maka Allah
akan melapangkan baginya sepanjang tahun."
(HR. al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman, no. 3515; sanadnya hasan menurut
beberapa ulama)
4. Momentum Muhasabah Diri
Muharram, sebagai bulan pertama
dalam kalender Hijriyah, memiliki makna penting bagi umat Islam karena menandai
permulaan tahun baru Islam. Momentum ini tidak hanya sekadar pergantian waktu,
tetapi juga menjadi awal baru untuk memperbaiki kualitas hidup, memperbarui
niat, dan memperkuat komitmen dalam menjalani ajaran agama. Di dalam bulan ini,
terdapat hari yang sangat mulia, yaitu tanggal 10 Muharram atau yang dikenal
dengan Hari Asyura. Hari Asyura menjadi titik refleksi spiritual yang mendalam,
di mana umat Islam diajak untuk merenungkan kembali perjalanan hidup mereka
selama satu tahun terakhir. Ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi amal
perbuatan, mengingat kembali kesalahan dan kekhilafan, serta memperkuat tekad
untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam sejarah Islam, Asyura juga
sarat dengan peristiwa-peristiwa penuh hikmah, seperti diselamatkannya Nabi
Musa dari kejaran Fir’aun, yang menjadi simbol kemenangan kebenaran atas
kebatilan.
Posting Komentar