KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU

 A.   Pengertian kompetensi

Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan. Kata yang memiliki arti kurang lebih sama dengan kemampuan yang berasal dari bahasa Inggris yaitu ability atau proficiercy. Hanya, proficiery lebih sering digunakan orang untuk menyatakan kemampuan berperingkat tinggi.

Di samping berarti kemampuan, istilah kompetensi memiliki banyak makna. Terdapat beberapa definisi tentang pengertian kompetensi yaitu:

a.      Kompetensi juga berarti: ... the state of being legally competent or qualified (McLeod, 1989), yakni keadaan berwenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum.

b.      Adapun kompetensi guru (teacher competency) menurut Barlow (1985), ialah the ability of a teacher to responsibly perform his or her duties appropriately. Artinya, kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. [1]

c.       Dalam kamus ilmiah populer dikemukakan bahwa kompetensi adalah kecakapan, kewenangan, kekuasaan dan kemampuan (Pius A.Partanto & M. Dahlan Al-Barry, 1994: 353)

d.      Dalam UU RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, 2006: 4).

e.       Syaiful Sagala, berpendapat bahwa kompetensi adalah perpaduan dari penguasaan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas/pekerjaanya (Syaiful Sagala, 2009:29).

f.       Menurut Trianto, kompetensi Guru adalah kecakapan, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang yang bertugas mendidik siswa agar mempunyai kepribadian yang luhur dan mulia sebagaimana tujuan dari pendidikan (Trianto dkk, 2006: 63)

g.      Broke dan Stone memberikan pengertian sebagai berikut: competence is descriptive of qualitative nature or teacher behavior appears to be entirely meaningful, yang berarti kemampuan merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti (Moh. User Usman, 1998: 14).[2]

 

B.   Jenis-Jenis Kompetensi Guru

Dalam buku yang ditulisoleh E. Mulyasa (2011:75) menjelaskan bahwa kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek, sebagai berikut :

1.      Kompetensi Pedagogik

E. Mulyasa (2011:75) mengungkapkan dalam standar nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap perserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Dalam RPP tentang guru (E.Mulyasa, 2011: 75) bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelola pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal berikut :

a.       Pemahaman wawasan atau landasan pendidikan

b.      Pemahaman terhadap peserta didik

c.       Perencanaan pembelajaran

d.      Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis

e.       Pemanfaatan teknologi pembelajarann

f.       Evaluasi Hasil Belajar (EHB)

g.      Pengembangan peserta didilk untuk mngaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

 

2.      Kompetensi Kepibadian

E. Mulyasa (2011:117) menjelaskan kompetensi kepribadian dalam Standar Nasional Pendidikan yang tercantum dalam pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

Menurut Abdul Hadis dan Nurhayati (2010:27-28) menjabarkan kompetensi Profesional menjadi sub kompetensi dan pengalaman belajar  yang berdasarkan LPTKI (Lembaga Pedidikan Tenaga Kerja Indonesia) di UNESA Surabaya tahun 2006 yaitu :

 

a.       Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil dengan arif dan berwibawa :

1)      Berlatih memiasakan diri untuk menerima dan memberi kritik dan saran.

2)      Berlatih membiasakan diri untuk menaati perturan.

3)      Berlatih membiasakan diri untuk bersikap dan bertindak secara konsisten.

4)      Berlatih membiasakan diri dan berlatih membiasakan diri untuk menempatkan persoaln secara professional.

5)      Berlatih membiasakan diri melaksanakan tugas secara mandiri dan bertanggungjawab.

b.      Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat :

1)      Berlatih membiasakan diri berperilaku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan

2)      Berlatih membiasakan diri berperilaku santun

3)      Berlatih membiasakan diri berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan masyarkat.

c.       Mengevaluasi Kinerja sendiri

1)      Berlatih dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan sendiri.

2)      Berlatih mengevaluasi kinerja sendiri.

3)      Berlatih menerima kritikan dan saran dari peserta didik.

d.      Mengembangkan diri secara berkelanjuan

1)      Berlatih memanfaatkan berbagai sumber belajar, belajar meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kepribadian.

2)      Mengikuti berbagai kegiatan yang menunjang pengembangan profesi.

3)      Berlatih mengembangkan dan menyelenggarakan kegiatan yang menunjang profsi guru

 

3.      Kompetensi Profesional

E.Mulyasa (2011:135) menjelaskan kmpetensi profeional dalam standar  national  pendidikan,  yang  tercantum dalam pasal 8 ayat (3) butir c, dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi professional adalah kemampuan penguasa anmateri pembelajaran secara luas dan mendalam  yang memungkinkan  membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasinal Pendidikan.

Secara umum , ruang lingkup kompetensi professional guru menurut E. Mulyasa (2011:135) adalah :

a.       Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologi, sosiologis, dan sebagainya.

b.      Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peseta didik.

c.       Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi Tanggungjawabnya.

d.      Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.

e.       Mampu mengembangkan dan mennggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan.

f.       Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan  program pembelajaran.

g.      Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik.

h.      Mampu menumbuhkan kepribadian pesertadidik.

Sedangkan secara Khusus, Kompetensi profesionalisme guru dapat dijabarkan oleh E.Mulyasa (2011:136) sebagai berikut :

a.       Memahami Standar Nasional Pendidikan

b.      Mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan

c.       Menguasai materi standar

d.      Mengelola program pembelajaran

e.       Mengelola kelas

f.       Menggunakan media dan sumber pembelajaran

g.      Menguasai landasan-landasan kependidikan

h.      Memahami dan melaksanakan pengembangan pesertadidik.

i.        Memahami dan menyelenggarakan administrasi sekolah.

j.        Memahami penelitian dalam pembelajaran.

k.      Menampilkan keteladan dan kepemimpinan dalam pembelajaran.

l.        Mengembangkan teori dan konsep dasar pendidikan.

m.    Memahami dan melaksanakan konsep pembelajaran individual.

Kompetensi profesionalisme guru berhubungan dengan kompetensi yang menuntut guru untuk ahli dibidang pendidikan sebagai suatu pondasi yang dalam melaksanakan profesinya sebagai seorang guru profeional. Karena dalam menjalankan profesi keguruan, terdapat kemampuan dasar dalam pengetahuan teantang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan belajar mengajar dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.

 

4.      Kompetensi Sosial

E.Mulyasa (2011: 173) mejelaskan tentang kompetensi social dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir d, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secar efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidikan, orang tua/wali peseta didik, dan masyarakat sekitar.

Menurut Abdul Hadis dan Nurhayati (2010: 27-28) yang berdasarkan hasil rapat Asosiasi  LPTKI (Lembaga Pendidikan Tenaga Kerja Indonesia) di UNESA Surabaya Tahun 2006, menjelaskan kompetensi social data  dijabarkan menjadi sub kompetensi dan pengalaman belajar sebagai berikut :

 

a.       Berkomunikasi dengan efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, sesame pendidik, tenaga  kependidikan dan masyarakat.

1)      Mengkaji hakikat dan pinsip-prinsip komunikasi yang efektif dan empatik.

2)      Berlatih berkomunikasi secara efektif dan empatik.

3)      Berlatih mengevaluasi komunikasi yang efektif dan empatik.

b.      Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat.

1)      Berlatih merancang berbagai program untuk pengembangan penndidikan dilingkungan sekolah dan lingkungan sekitar.

2)      Berlatih berperan serta dalam penyelenggaraan berbagai program di sekolah dan lingkunganya.

c.       Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan ditingkat local, regional, nasional, dan global.

1)      Berlatih mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah pendidikan pada tataran local, regional, nasional, dan global.

2)      Berlatih mengembangkan alternative pemecahan masalah-masalah pendidikan pada tataran local, regional, nasional dan global.

3)      Berlatih merancang program pendidikan dan tataran local, regional, dan nasional.

d.      Memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri :

1)      Mengkaji berbagai perangkat ICT .

2)      Berlatih mengoperasikan berbagai peralatan ICT untuk berkmunikasi.

3)      Berlatih memanfaatkan ICT untuk berkomunikasi dan mengembangkan kemampuan pprofesional.

Kompetensi social guru merupakan keampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntunan kerja di lingkungan sekitar pada saat menjalankan tugasnya sebagai seorang guru. [3]

 


 

C.   Guru Dan Kompetensi Kepribadian

Dalam undang-undang guru dan dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “ kemampuan kompetensi kepribadian yang mantap, berahlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”.

Sedangkan menurut Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan bahwa kompetensi pribadi meliputi :

1.      Pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama,

2.      eniPengetahuan tentang budaya dan tradisi

3.      Pengetahuan tentang inti demokrasi

4.      Pengetahuan tentang estetika

5.      Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial

6.      Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan

7.      Setia terhadap harkat dan martabat manusia.

Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab, dan mampu menilai diri pribadi.

Namun demikian, hal yang paling utama dalam kepribadian guru adalah berahlak mulia. Ia dapat menjadi teladan dan bertindak sesuai norma agama (iman, dan taqwa, jujur, ikhlas dan suka menolong serta memiliki prilaku yang dapat dicontoh. Hal ini dipahami bahwa seorang guru merupakan tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak maupun masyarakatnya. Sehingga guru akan tampil sebagai patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (dicontoh sikap dan prilakunya). Dengan demikian bahwa keberadaan kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik.

Dalam standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat 3 butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya. Semua itu menunjukan bahwa kompetensi personal atau kepribadian guru sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan pribadinya. Oleh karena itu wajar, ketika orangtua mendaftarkan anaknya ke suatu sekolah akan mencari tahu dulu siapa guru2 yang akan membimbing anaknya.

Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi peserta didik. Kompetensi krpibadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya.

Sehubungan dengan uraian diatas, setiap guru dituntut untuk memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan melandasi atau menjadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainnya. Dalam hal ini, guru tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai pembelajaran, tetapi dan yang paling penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Untuk kepentingan tersebut, dalam bagian ini dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan kompetensi kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berahlak mulia.

1.      Pentingnya kompetensi kepribadian

Kita adalah bagian dari sejarah tentang manusia, meskipun usaha untuk menangkapnya bebas, kita mewujudkannya sejarah dalam cara kita berfikir dan bahkan dalam asumsi kita yang paling dalam,  termasuk salah pengertiannya yang utama, guru-guru belum terlepas dari prakonsepsi ini; tentu saja ia membawanya ke kelas. Guru tahu bahwa ia tidak dapat membangkitkan pandangan tentang kebesaran kepada peserta didik jika ia sendiri tidak memilikinya. Oleh karena itu, para guru perlu dibekali dengan ajaran tentang hakikat manusia dan setelah mengenalnya akan mengenal pula kebesaran Allah yang menciptakannya.

Pandangan manusia dipengaruhi oleh pengetahuan tentang sejarah manusia itu. Banyak pemikir yang telah mengekspresikan gagasannya tentang manusia, sikap dan kepercayaan manusia, sehingga beda pandangan orang tentang manusia, mengakibatkan perbedaan perlakuan. Kita tahu ada satu masa ketika terdapat perbudakan dan kita tahu pula munculnya perlawanan terhadap perbudakan manusia. Manusia itu sendiri merupakan bagian dari sejarah, yang didalamnya terdapat perkembangan pikiran tentang manusia, misalnya dari belum mengenal tuhan sampai mengenal tuhan disertai dengan segala bentuk prilaku ysng menunjukksn kepercayaannya. Dalam kaitan ini, kita tidak lupa akan peranan para utusan Tuhan untuk membuat manusia mengenal Tuhannya, dan salah satu akibatnya adalah berubahnya pandangan terhadap manusia dari perbudakan.

Melalui contoh-contoh para pemikir dan pejuang martabat manusia dimata manusia yang lain, guru akan mampu menanamkan pandangan yang positif terhadap martabat manusia ke dalam pribadi peserta didik. Kita tidak ingin peserta didik menjadi orang yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga terjadi kehidupan bermasyarakat yang sejahtera lahir batin. [4]

2.      Kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa.

Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa. Hal ini penting, karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh faktor kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa. Kondisi kepribadian yang demikian sering membuat guru melakukan tindakan-tindakan tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru. Berbagai kasus yang disebabkan oleh kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa, sering kita dengar di berita-berita elektronik atau kita baca di berbagai majalah dan surat kabar. Misalnya : adanya oknum guru yang menghamili peserta didik, adanya oknum guru yang terlibat pencurian, penipuan, dan kasus-kasus lain yang tidak pantas dilakukan oleh guru. Dalam kaitan inilah pentingnya guru memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa.

Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang sering memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai tempramen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna. Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan menimbulkan kekuatiran untuk dimarahi dan hal ini membelokan konsentrasi peserta didik.

Kemarahan guru terungkap dalam kata-kata yang dikeluarkan, dalam raut muka dan mungkin dengan gerakan-gerakan tertentu, bahkan ada yang dilahirkan dalam bentuk memberikan hukuman fisik. Sebagian kemarahan bernilai negatif, dan sebagian lagi bernilai positif. Kemarahan ysng berlebihan seharusnya tidak ditampakkan, karena menunjukkan kurang stabilnya emosi guru. Dilihat dari penyebabnya, sering nampak bahwa kemarahan adalah salah karena ternyata disebabkan oleh peserta didik yang tidak mampu memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan, padahal dia telah belajar dengan sungguh-sungguh. Stabilitas dan kematangan emosi guru akan berkembang sejalan dengan pengalamannya. Jadi tidak sekedar jumlah umur atau masa kerjanya yang bertambah, melainkan bertambahnya kemampuan memecahkan masalah atas dasar pengalaman masa lalu.

3.      Disiplin, arif dan berwibawa.

Banyaknya peserta didik yang berlaku senonoh di masyarakat, terlibat vcd forno, narkoba dan pelanggaran lainnya, berangkat dari pribadi yang kurang disiplin. Oleh karena itu, peserta didik harus belajar disiplin, dan guru lah yang harus memulainya, sebagai guru dia harus memiliki pribadi yang disiplin arif, dan berwibawa. Hal ini penting, karena masih sering kita menyaksikan dan mendengar peserta didik yang prilakunya tidak sesuai bahkan bertentangan dengan sikap moral yang baik. Misalnya merokok, rambut gondrong butceri (rambut di cat sendiri), membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, membuat keributan di kelas, melawan guru, berkelahi, bahkan tindakan yang menjurus pada hal-hal yang bersifat kriminal. Dengan kata lain, masih banyak peserta didik yang tidak disiplin, dan menghambat jalannya pembelajaran. Kondisi tersebut menuntut guru untuk bersikap disiplin, arif dan berwibawa dalam segala tindakan dan prilakunya, serta senantiasa mendisiplinkan peserta didik agar dapat mendongkrak kualitas pembelajaran.

Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta didik harus dimulai dengan pribadi guru yang disiplin, arif, dan berwibawa, kita tidak bisa berharap banyak akan terbentuknya peserta didik yang disiplin dari pribadi guru yang kurang disiplin, kurang arif, dan kurang berwibawa. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya kita membina disiplin peserta didik dengan pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa. Dalam hal ini disiplin harus ditujukan untuk membantu peserta didik menemukan diri; mengatasi, mencegah timbulnya masalah disiplin, dan berusaha menciptakan situasi yang menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan.

4.      Pentingnya disiplin

Perilaku negatif sebagian remaja, pelajar, dan peserta didik pada akhir-akhir ini telah melampaui batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan hukum, melanggar tata tertib, melanggar moral agama, kriminal, dan telah membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat. Kenakalan remaja dapat dikatakan wajar, jika prilaku itu dilakukan dalam rangka mencari identitas diri, serta tidak membawa akibat yang membahayakan kehidupan oranglain dan masyarakat.

Dalam menanamkan disiplin, guru bertanggungjawab mengarahkan, dan berbuat baik, menjadi contoh, sabar dan penuh pengertian. Guru harus mampu mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang, terutama disiplin diri (self-disciline). Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut :

a.       Membantu peserta didik mengembangkan pola prilaku untuk dirinya;

b.      Membantu peserta didik meningkatkan standar prilakunya;

c.       Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakan disiplin

5.      Membina disiplin peserta didik

Mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang dapat dilakukan secara demokratis, yakni dari, oleh dan peserta didik, sedangkan guru tut wuri handayani

Reisman and Payne (1987 : 239-241) mengemukakan strategi umum mendisiplinkan peserta didik sebagai berikut :

a.       Konsep diri (self-concept) strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep diri peserta didik merupakan faktor penting dari setiap prilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah.

b.      Keterampilan berkomunikasi (communication skilss) guru harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.

c.       Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical cosequences); perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku salah. Untuk itu, guru disarankan : a) menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik dalam mengatasi perilakunya, dan b) memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.

d.      Klarifikasi nilai (values clarification); strategi ini dilakukan untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.

e.       Analisis transaksional (transactional analysis); disarankan agar guru bersikap dewsa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang mengahadapi masalah.

f.       Terapi realitas ( reality therapy ); guru perlu bersikap positif dan bertanggung-jawab terhadap seluruh kegiatan disekolah, dan melibatkan peserta didik secara optimal dalam pembelajaran.

g.      Disiplin yang terintegrasi ( assertive discipline ); guru harus mampu mengendalikan, mengembangkan dan mempertahankan peraturan, dan tata tertib sekolah, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan nama-nama peserta didik yang berperilaku menyimpang.

h.      Modifikasi perilaku ( behavior modification ); guru harus menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, yang dapat memodifikasi perilaku peserta didik.

i.        Tantangan bagi disiplin ( dare to discipline ); guru harus cekatan, terorganisasi, dan tegas dalam mengendalikan disiplin peserta didik.

Untuk mendisiplinkan peserta didik dengan berbagai strategi tersebut, guru harus mempertimbangkan berbagai situasi, dan perlu memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, guru dituntut untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

a.       Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui catatan kumulatif.

b.      Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya melalui daftar hadir di kelas.

c.       Mempertimbangkan lingkungan sekolah dan lingkungan peserta didik.

d.      Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak bertele-tele

e.       Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi banyak penyimpangan

f.       Berdiri di dekat pintu pada waktu mulai pergantian pelajaran agar peserta didik tetap berada dalam posisinya sampai pelajaran berikutnya dilaksanakan

g.      Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar dijadikan teladan oleh peserta didik.

h.      Berbuat sesuatu yang bervariasi, jangan menonton; sehingga membantu disiplin dan gairah belajar peserta didik

i.        Menyesuaikan ilustrasi dan argumentasi dengan kemampuan peserta didik, jangan memaksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman guru, atau mengukur peserta didik dari kemampuan gurunya, dan

j.        Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik.

Melalui berbagai upaya tersebut diharapkan tercipta iklim yang kondusif bagi pembelajaran, sehingga peserta didik dapat menguasai berbagai kompetensi sesuai dengan tujuan.

6.      Peran guru dalam mendisiplinkan peserta didik

Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari pada itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru haru senantiasa mengawasi perilaku peserta didik terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakkan yang indisiplin. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas, dan pengendali.

Sebagai pembimbing guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta didik ke arah yang positif, dan menunjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan disiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin. Sebagai pengawas, guru harus senantiasa mengawasi seluruh perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera diatasi. Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik disekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat waktu dan tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap peserta didik.

7.      Menjadi teladan bagi peserta didik.

Sebagai teladan tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan itu, beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan para guru

a.       Sikap dasar : postur psikologis yang akan nampak dalam masalah-masalah penting, seperti keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antara manusia, agama, pekerjaan, permainan dan diri.

b.      Bicar dan gaya bicara : penggunaan bahasa sebagai alat berfikir.

c.       Kebiasaan bekerja : gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai kehidupannya.

d.      Sikap melalui pengalaman dan kesalahan : pengertian hubungan antara luasnya pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.

e.       Pakaian : merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian.

f.       Hubungan kemanusiaan : diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berprilaku.

g.      Proses berfikir : cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi dan memecahkan masalah.

h.      Perilaku neurotis : suatu pertahanan yang dipergunakan untuk melindungi diri dan bisa juga untuk menyakiti orang lain.

i.        Selera : pilihan yang secara jelas mereflesikan nilai-nilai yang dimiliki oleh pribadi yang bersangkutan

j.        Keputusan : keterampilan rasional dan intuitif yang dipergunakan untuk menilai setiap situasi.

k.      Kesehatan : kualitas tubuh, pikiran dan semangat yang mereflesikan kekuatan, prespektif, sikap tenang, antusias dan semangat hidup.

l.        Gaya hidup secara umum : apa yang dipercayai oleh seseorang tentang setiap aspek kehidupan dan tindakan untuk mewujudkan kepercayaan itu.

 

8.      Berakhlak mulia

Guru harus berakhlak mulia, karena ia adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orangtua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Banyak guru cenderung menganggap bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-akan berusaha mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini. Padahal menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan yang harus berakhlak mulia, kegiatan pembelajaran pun meletakkannya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan, dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Peserta didik akan menemukan sendiri dan secara mengherankan, bahkan mungkin menyalahkan apa yang ditemukannya, serta akan mengadu kepada guru sebagai orang kepercayaan diri. Disinilah pentingnya guru berahlak mulia.

Kompetensi kepribadian guru yang dilandasi ahlak mulia tentu saja tidak tumbuh dengan sendirinya begitu saja, tetapi memerlukan ijtihad yang mujahadah, yakni usaha sungguh-sungguh, kerja keras, tanpa mengenal lelah, dengan niat ibadah tentunya. Dalam hal ini barangkali, setiap guru harus merapatkan kembali barisannya, meluruskan niatnya, bahwa menjadi guru bukan semata-mata untuk kepentingan

duniawi, memperbaiki ikhtiar terutama berkaitan dengan kompetensi pribadinya, dengan bertawakal kepada Allah. Melalui guru yang demikianlah, kita berharap pendidikan menjadi ajang pembentukan karakter bangsa. Yang akan menentukan warna masa depan masyarakat Indonesia, serta harga dirinya di mata dunia. [5]

D.    Faktor-Fktor Yang Mempengaruhi Kepribadian Guru

Menurut Purwanto (2006), secara umum terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian guru antaralain :

1.      Faktor Biologis

Faktor biologis merupakan factor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut factor fisiologis seperti genetik, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap sejak dilhirkan telah menunjukan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada seseorang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang.

 

2.      Faktor Sosial

Faktor social yang dimaksud disini adalah masyarakat, yakni manusia-manusia lain disekitar guru. Termasuk juga kedalam factor social adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagiannya yang berlaku dimasyarakat itu. Peranan lingkungan dan keluarga sangat penting dan menentukan pembentukan kepribadian. Keadaan dan susun keluarga  yang  berlainan memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian.


 

 

3.      Faktor Kebudayaan

Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain :

a.       Nilai-nilai Values

Didalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai yang di junjung tinggi oleh manusia yang hidup dikebudayaan itu. Untuk diterima oleh masyarakat kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku dimasyarakat itu.

b.      Adat dan Tradisi

Adat dan Tradisi  yang berlaku disuatu daerah, disamping menentukan nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya,  juga menentukan pula cara bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.

 

4.      Pengetahuan dan Keterampilan

Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang, atau suatu masyarakat mencerminkann pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupannya.

 

5.      Bahasa

Disamping factor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan diatas, bahasa merupakan salah satu factor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menentukan bagaimana seorang itu bersikap, betindak dan bereaksi serta bergul dengan orang lain.

 

6.      Milik Kebendaan (material pssesion)

Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi keprbadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.

Pendapat lain dikemukkan oleh Monks, dkk (1990) yang mengatakan bahwa ada beberapa factor yang mempngaruhi kepribadian guru, yaitu :

a.       Umur dan kematangan. Konformisme semakin besar dengan bertambahnya usia.

b.      Status ekonomikan mempengauhi kepribdian karena bisa seorang guru memiliki status ekonomi yang mapan maka rasa nyaman dan percaya diri akan tumbuh.

c.       Motivasi diri. Adanya dorongan untuk memiliki status inilah yang menyebabkan guru berinteraksi dengan orang lain, guru akan menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya didalam lingkungan social.

d.      Keadaan keluarga dan lingkungan. Suasana rumah yang tidak menyenngkan dan tekanan dari keluarga akan membentuk sebuah karakter individu dalam berinteraksi dengan lingkungan.

e.       Pendidikan. Pendidikan yang tinggi adalah salah satu factor dalam interaksi guru dengan temannya atau teman sebaya, karena orang yang berpendidikan tinggi mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas, yang mendukung dalam pergaulannya.[6]



[1] Lihat Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 2014,  hlm. 229.

[2] Idad Suhada, Kompetensi Kepribadian Guru, hlm. 27-29.

[3] Idad Suhada, Ibid, hlm 29-32

[4]Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi guru. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009.

 

[5]Mulyasa., Standar Kompetensi dan Sertifikasi guru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009

 

[6] Idad Suhada, Ibid.


DAFTAR RUJUKAN

Syah, Muhibbin. 2014. Psikologi  Pendidikan.: Dengan Pendekatan Baru. Cetakan ke-19.  Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Suhada, Kompetensi Kepribadian Guru.

Mulyasa. 2009.Standar Kompetensi dan Sertifikasi guru.  Bandung: Remaja Rosda Karya. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak