Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara telah membangun sistem politik yang kokoh melalui konstitusi dan berbagai undang-undang yang mendukung jalannya roda pemerintahan. Salah satu pilar utama dalam sistem ini adalah undang-undang politik, yang berfungsi mengatur berbagai aspek perpolitikan, seperti pemilu, partai politik, dan tata kelola pemerintahan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, undang-undang politik di Indonesia seolah kehilangan kesakralannya, terutama di mata masyarakat. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan tentang apa yang menyebabkan penurunan nilai undang-undang ini dan bagaimana dampaknya terhadap demokrasi di Indonesia.
Perubahan Undang-Undang yang Kian Fleksibel
Salah satu tanda bahwa undang-undang politik di Indonesia semakin kehilangan kesakralannya adalah frekuensi perubahan dan revisi yang terjadi. UU Pemilu misalnya, seringkali direvisi menjelang perhelatan pemilu. Beberapa pihak menilai bahwa revisi-revisi ini bukan hanya untuk memperbaiki kelemahan teknis, melainkan juga demi kepentingan pragmatis jangka pendek partai politik tertentu. Ketidakstabilan regulasi seperti ini menciptakan kesan bahwa undang-undang tersebut lebih mudah diubah untuk kepentingan kelompok daripada demi kepentingan rakyat banyak.
Frekuensi perubahan ini mencerminkan bagaimana kesakralan undang-undang, yang seharusnya menjadi acuan tetap dan dasar hukum negara, telah bergeser menjadi alat politis. Alih-alih dipertahankan sebagai fondasi yang solid, undang-undang politik tampak seperti komoditas yang bisa diubah sesuai kebutuhan kelompok yang berkuasa.
Politik Transaksional dan Korupsi Legislasi
Undang-undang politik yang seharusnya menjadi penopang demokrasi juga sering dikaitkan dengan praktik politik transaksional. Dalam banyak kasus, proses pembuatan undang-undang diwarnai oleh negosiasi kepentingan antara elite politik, yang berujung pada hilangnya esensi undang-undang sebagai produk hukum yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Akibatnya, undang-undang yang dihasilkan seringkali tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat luas, melainkan hanya memenuhi kebutuhan segelintir kelompok.
Selain itu, isu korupsi dalam proses legislasi juga memperburuk citra kesakralan undang-undang politik. Kasus suap yang melibatkan legislator dalam proses pembentukan undang-undang telah mencoreng kepercayaan publik terhadap integritas hukum di Indonesia. Masyarakat melihat undang-undang bukan lagi sebagai instrumen keadilan dan penegakan hak, melainkan sebagai hasil dari proses yang sarat kepentingan pribadi dan transaksional.
Kesenjangan antara Undang-Undang dan Implementasi
Kesakralan undang-undang politik tidak hanya ditentukan oleh proses pembentukannya, tetapi juga oleh penerapannya. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah kesenjangan antara undang-undang yang disahkan dan pelaksanaannya di lapangan. Banyak undang-undang politik yang diimplementasikan secara tidak konsisten, atau bahkan diabaikan sama sekali ketika berhadapan dengan kepentingan politik praktis.
Misalnya, undang-undang yang mengatur tentang pemilu sering kali dilanggar dengan berbagai cara, mulai dari manipulasi suara hingga penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat. Situasi ini menunjukkan bahwa undang-undang yang seharusnya menjadi panduan bagi proses demokrasi justru kehilangan wibawanya. Kesakralan undang-undang tergerus oleh pelanggaran yang sistematis, tanpa adanya penegakan hukum yang kuat.
Dampak Terhadap Demokrasi
Ketika undang-undang politik kehilangan kesakralannya, demokrasi Indonesia menghadapi tantangan serius. Kepercayaan publik terhadap proses politik menurun, dan partisipasi masyarakat dalam politik juga berkurang. Masyarakat menjadi skeptis terhadap kejujuran proses demokrasi, terutama ketika melihat bahwa undang-undang yang seharusnya melindungi kepentingan mereka justru sering dimanipulasi oleh elite politik.
Di sisi lain, ketidakpercayaan ini bisa memicu munculnya apatisme politik di kalangan masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Ketika masyarakat tidak lagi percaya pada undang-undang dan proses politik, mereka mungkin merasa bahwa partisipasi politik, seperti pemilihan umum, tidak akan membawa perubahan nyata. Ini merupakan ancaman serius bagi masa depan demokrasi Indonesia.
Upaya Memulihkan Kesakralan Undang-Undang
Untuk memulihkan kesakralan undang-undang politik di Indonesia, diperlukan langkah-langkah yang sistematis dan berkelanjutan. Pertama, perlu ada komitmen dari para pemangku kepentingan politik untuk menghormati dan melaksanakan undang-undang secara konsisten. Proses revisi undang-undang harus dilakukan secara transparan dan partisipatif, melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi non-pemerintah.
Kedua, penegakan hukum harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa pelanggaran terhadap undang-undang politik ditindak tegas. Tanpa penegakan hukum yang adil dan konsisten, undang-undang hanya akan menjadi dokumen yang tidak memiliki daya paksa.
Ketiga, pendidikan politik harus diperkuat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya undang-undang dan demokrasi. Masyarakat yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara akan lebih kritis terhadap kebijakan politik dan undang-undang yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Kehilangan kesakralan undang-undang politik di Indonesia merupakan refleksi dari krisis kepercayaan yang dialami oleh masyarakat terhadap sistem politik yang ada. Proses legislasi yang terdistorsi oleh kepentingan elite, disertai dengan lemahnya implementasi dan penegakan hukum, telah membuat undang-undang politik kehilangan wibawa di mata rakyat. Untuk menjaga kelangsungan demokrasi, diperlukan reformasi yang mendalam dalam proses pembentukan, implementasi, dan penegakan undang-undang, agar hukum kembali menjadi instrumen keadilan dan kesejahteraan rakyat, bukan sekadar alat bagi kekuasaan politik.