"Matematika di Era Gen-Z: Antara Integral, TikTok, dan Kelakuan Random yang Bikin Kepala Muter"

Menjadi guru matematika di era Gen-Z? Ah, itu bukan sekadar soal mengajar angka dan rumus. Tantangannya jauh lebih besar. Jika dulu, mengajar berarti menjelaskan materi, memberi tugas, dan mengoreksi, sekarang kita bicara soal bagaimana bertahan hidup di tengah kelas yang dipenuhi kelakuan random murid-murid Gen-Z yang bikin geleng-geleng kepala.


Dulu, murid datang ke sekolah siap dengan buku dan alat tulis. Kini, yang mereka bawa justru ponsel canggih dengan notifikasi media sosial yang tak henti-hentinya. Belajar? Ya, itu cuma diselipkan di antara waktu scrolling TikTok dan update Instagram story.

Sebagai guru matematika, aku terbiasa menghadapi soal-soal logika. Tapi, ternyata logika murid Gen-Z jauh lebih sulit dipahami. Di tengah menjelaskan konsep integral, tiba-tiba ada yang bertanya, “Bu, gimana caranya jadi content creator sukses?” atau “Pak, integral ini bisa dipakai buat viral di TikTok nggak?”. Wah, rasanya ingin jawab, "Coba kamu tanya integral dulu, nanti baru bisa viral!"

Sering juga aku merasa menjadi stand-up comedian tanpa diundang. Saat tengah serius menerangkan teorema Pythagoras, tiba-tiba ada yang berteriak, "Pak, ini pasti hoax deh. Masa sih Pythagoras nemu segitiga terus bikin rumus?" Mereka mengira segitiga itu cuma meme, bukan objek nyata yang bisa dihitung.

Kehadiran murid random ini juga bikin suasana kelas jadi tak terduga. Bayangkan, ketika sedang membahas soal cerita yang butuh konsentrasi penuh, salah satu dari mereka tiba-tiba menyela, “Pak, kenapa nggak bikin soal pakai nama-nama superhero aja? Kan lebih seru.” Jadilah soal matematika berubah menjadi: "Jika Iron Man terbang sejauh 100 km dalam waktu 2 jam, berapa kecepatan rata-rata Jarvis saat meng-update armor Tony Stark?" Oke, setidaknya mereka masih belajar soal kecepatan, kan?


Selain itu, murid Gen-Z punya kreativitas yang nggak terbayangkan. Suatu hari, aku memberi soal ulangan tentang fungsi kuadrat. Dan entah bagaimana caranya, mereka bisa menjawabnya dengan gambar meme dan stiker WhatsApp. Seakan-akan simbol-simbol matematika kalah keren dengan ekspresi emoji.

Namun, di balik kelakuan random mereka, ada sisi unik yang bikin aku tetap bertahan. Mereka tak segan-segan memberi tanggapan langsung—tanpa filter. Kalau pelajaran matematika terasa membosankan, mereka akan bilang, “Pak, boring banget, ada cara yang lebih asyik nggak?” Sebagai guru, aku dipaksa terus berinovasi. Belajar metode baru, aplikasi pembelajaran interaktif, bahkan mencoba menggunakan platform media sosial untuk menyampaikan materi.


Meskipun terkadang keluh kesah ini terasa berat, terutama ketika harus menghadapi kelas yang bising dan perhatian murid yang tersebar ke mana-mana, aku sadar bahwa menjadi guru di era Gen-Z adalah tantangan tersendiri. Mereka kreatif, kritis, dan berani mengekspresikan diri. Sisi random mereka justru membuat suasana kelas lebih hidup.

Ya, meski sering dihadapkan pada kebingungan, aku tetap bersemangat. Setiap keluhan diikuti oleh rasa bangga ketika melihat mereka akhirnya paham soal yang diajarkan—entah itu lewat meme atau diskusi tentang superhero. Mungkin itulah keindahan menjadi guru matematika di era Gen-Z. Random, tapi penuh warna.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak