Maulid Nabi Muhammad SAW adalah perayaan penting dalam agama Islam yang memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Jalaluddin as-Suyuthi, seorang ulama besar pada abad ke-15, telah menyampaikan pandangan dan pemahamannya tentang Maulid Nabi Muhammad dalam beberapa karyanya. Salah satu karyanya yang terkenal adalah "al-Hawi li'l-Fatawa," di mana dia membahas perayaan Maulid Nabi.
أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَة الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِي مَبْدَأِ أَمْرِ النَّبِي وَمَا وَقَعَ فِي مَوْلِدِهِ مِنَ الْآيَاتِ ثُمَّ يَمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلىَ ذَلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِي يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَافِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِي وَإِظْهَارِ الفَرْحِ وَالْاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ
Artinya:
“Hukum asal pelaksanaan maulid nabi, yang mana perayaan ini adalah berkumpulnya manusia, membaca Al-Qur’an, membaca kisah-kisah Nabi Muhammad pada permulaan perintah nabi, serta kejadian-kejadian luar biasa saat beliau dilahirkan, kemudian mereka menikmati hidangan yang disajikan dan kembali pulang ke rumah masing-masing tanpa ada tambahan lainnya merupakan perbuatan baru (bid’ah) yang dinilai baik (hasanah). Orang yang merayakannya akan mendapatkan pahala, karena di dalamnya terdapat pemuliaan terhadap keagungan nabi dan menunjukkan kebahagiaan atas kelahirannya yang mulia.”
(Imam as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi fil Fiqh wa ‘Ulumit Tafsir wal Hadits wal Ushul wa Sairil Funun, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 2000], juz I, halaman 181).
Dalam fatwa tersebut, Imam as-Suyuthi menyatakan bahwa perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad adalah bentuk bid'ah hasanah, yaitu suatu inovasi baik yang tidak ditemukan pada zaman Rasulullah dan para sahabat, namun tetap sesuai dengan ajaran Nabi. Oleh karena itu, perayaan semacam ini dapat dijalankan dan penganutnya akan diberi pahala.
selanjutnya, pada abad kesembilan Hijriah, ulama ini menjelaskan bahwa tradisi perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad seperti yang kita kenal sekarang dimulai dari penguasa Irbil, Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin, yang dikenal sebagai seorang pemimpin saleh dan taat yang berpegang teguh pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.
Setiap tahun, pada tanggal 12 Rabiul Awal, Raja Mudhaffar secara konsisten mengundang banyak orang ke kerajaannya dan memberikan jamuan yang melimpah kepada semua yang hadir. Semua ini dilakukan sebagai upaya untuk menghormati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ فِعْلَ ذَلِكَ صَاحِبُ اِرْبِل الَملِكُ الْمُظَفَّر أَبُوْ سَعِيْد كُوْكْبَرِي بِنْ زَيِنِ الدِّيْنِ عَلِي اِبْنِ بَكْتَكينْ أَحَدُ الْمُلُوْكِ الْأَمْجَادِ وَالكُبَرَاءِ الْأَجْوَادِ وَكَانَ لَهُ آثَارٌ حَسَنَةٌ، وَهُوَ الَّذِي عَمَّرَ الجَامِعَ الْمُظَفَّرِي بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ
Artinya:
“Orang yang pertama kali mengadakan seremonial itu (maulid nabi) adalah penguasa Irbil, yaitu Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin, salah seorang raja yang mulia, agung, dan dermawan. Dia juga memiliki rekam jejak yang bagus. Dan, dia lah yang meneruskan pembangunan Masjid al-Mudhaffari di kaki gunung Qasiyun.” (Imam as-Suyuthi, 182).
Menurut as-Suyuthi, perayaan Maulid Nabi adalah suatu bentuk kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW dan bukanlah ibadah yang diwajibkan dalam Islam. Dia memandangnya sebagai tradisi yang memungkinkan umat Islam untuk mengingat dan menghormati kehidupan dan ajaran Nabi.
Dari titik ini, dimulailah penyebaran perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad ke seluruh penjuru dunia. Tradisi ini terus berkembang dan diperingati setiap tahunnya, sebagai ekspresi cinta dan penghormatan terhadap kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan tentang perayaan Maulid Nabi bisa berbeda di antara ulama Islam. Beberapa menganggapnya sebagai bid'ah (inovasi) dan lebih suka fokus pada pengamalan ajaran Islam yang sebenarnya.
Pemahaman mengenai Maulid Nabi Muhammad SAW dapat bervariasi, dan setiap individu atau kelompok mungkin memiliki pendekatan yang berbeda terhadap perayaan ini, sesuai dengan pandangan mereka dalam Islam.
Allohu a'lam
Tags
Risalah Islami